Sebatas Kata

Aku sedang berencana ketika kau mampir sekali lagi menyematkan kenyamanan dengan sopan. Malam di mana lampu-lampu taman menyalakan romantisnya kesunyian. Kita pergi dari segala penat, berat, dan kerumitan hidup yang tak ingin diingat. Satu-satunya tujuan untuk melupakan sesak adalah pergi ke titik nol bersamamu. 

Aku sedang berencana, ketika kau menatapku dengan sungguh. Jalanan ramai oleh orang-orang yang mencari solusi dari puisi. Kita duduk menghabiskan cerita yang kau lupa judulnya. Menertawakan masa lalu. Menangisi diri sendiri. Memeluk memori erat untuk diingat.

Apakah kau suka gudeg? Atau kau lebih menyukai dengan siapa kau makan gudeg? 

Aku banyak bertanya, ketika kau mulai kehabisan kata. Kau tidak perlu menjawabnya dengan benar. Kau hanya harus jujur. Sebab pikiran dan hati hanya punya dua pilihan dan satu kesempatan. Pilihan pertama : ada di kedip matamu. Pilihan kedua : ada di gemuruh dadamu. Kesempatannya : satu dalam kesempitan tanpa puisi. 

Apakah aku boleh berencana? Ketika kau, Yogya, Gudeg, Malioboro, kencan kita, dan puisi ini hanya sebatas kata-kata.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Al-Qur'an Sebagai Pedoman Hidup

The Living Al-Qur’an di Nusantara

Sastra yang Bagus (Muhammad Iqbal)