The Living Al-Qur’an di Nusantara
“The Living al-Qur’an” atau “Teks al-Qur’an yang ‘hidup’ dalam masyarakat. The Living Qur’an sebenarnya bermula dari fenomena “Qur’an in Everyday Life”, yang tidak lain adalah “makna dan fungsi al- Qur’an yang riil dipahami dan dialami masyarakat Muslim.
Kata “hidup” dalam Living Qurʾan dimaksudkan untuk memperjelas “Quran”. Ide dasar dari istilah tersebut adalah bahwa Al-Qur'an itu hidup atau dimeriahkan oleh komunitasnya, baik melalui penafsiran/penafsirannya maupun melalui praktik-praktik tertentu. The Living al-Qur’an bukan hanya menyangkut tentang apa yang diyakini umat Islam dalam Al- Qur'an, tetapi juga lebih pada bagaimana umat Islam percaya kepada al-Qur'an itu sendiri. Elemen penentu yang membuat Al-Qur'an hidup tidak hanya tafsir, karena tafsir merupakan salah satu dari keseluruhan tindakan manusia, baik sebagai individu maupun dalam komunitas masyarakat. Totalitas tindakan atau praktik inilah yang membuat Al-Qur'an hidup. Al-Qur'an bukan hanya teks pasif yang menerima serangkaian praktik, tetapi juga teks aktif yang menawarkan makna. Artinya Al-Quran bisa bertindak sebagai subjek dan objek sekaligus. Living Quran menghubungkan fenomena teks dan fenomena pembaca dalam proses resepsi al- Quran. Living Quran tidak hanya memperhatikan bentuk dan struktur tekstual Al-Quran yang membawa makna, tetapi juga fungsinya sebagai kitab suci dalam masyarakatnya.
_______________________________________________
Resepsi terhadap al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai kitab suci menurut Arkoun memiliki klasifikasi
• Sebagai kalamullah yang transenden dan tak terbatas
• Sebagai firman Allah yang diwahyukan dalam bahasa Arab kepada Nabi Muhammad dalam bentuk lisan
• Sebagai wahyu dalam bentuk korpus resmi tertutup atau wahyu yang sudah tertulis dalam mushaf dengan huruf dan berbagai tanda baca yang ada di dalamnya
Dalam literatur Islam klasik, resepsi Al-Qur’an berarti bagaimana orang bereaksi terhadap sesuatu. Dari sini dijumpai banyak karya tentang FADLAIL AL-QUR’AN yang mencakup sejumlah riwayat tentang bagaimana Nabi dan para sahabatnya menggunakan Al-Qur'an secara substansial dan praktis untuk taabbud, ibadah, doa , perlindungan, dan bahkan penyembuhan.
_______________________________________________
Resepsi Estetis Qur’an di Nusantara
Al-Qur’an yang memiliki nilai sastra yang sangat tinggi
Tradisi Tilawah di Indonesia sangat kental dan kuat
Fenomena Kaligrafi juga sangat kuat di berbagai kalangan dengan berbagai motifnya
Fenomena puisi al-Qur’an juga eksis
_______________________________________________
Resepsi Fungsional Qur’an di Nusantara
Tradisi Suwuk dengan media Qur’an: ex JRA dll
Tradisi Sanad al-Qur’an, Ex: Sanad yang bermuara pada KH. M. Moenawwir Krapyak
Fenomena Simaan al-Qur’an juga sangat semarak, Ex: Jantiko Mantab
Penggunaan al-Qur’an sebagai Rajah
Aurad khusus sesuai dengan Fadlail Qur’an
Mau tanya dong kak, apa bedanya the living al-Qur'an dengan hadist? Sepertinya sama" ada pemaknaan didalamnya atau aku aja nih yang belum menangkap maksudnya..
BalasHapusIyaa kak, di dalamnya ada persamaan dalam konteks pedoman hidup umat muslim.
BalasHapus